06
Jul

TB HIV pada Wanita Hamil

TB HIV pada Wanita Hamil

HIV (Human Immunodoficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh manusia untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita mulai lemah, maka timbullah masalah kesehatan. Gejala yang umumnya timbul antara lain demam, batuk, atau diare yang terus – menerus. Kumpulan gejala tersebut ada karena lemahnya sistem kekebalan tubuh yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Penyakit ini menyerang siapa saja baik pria maupun wanita tanpa memandang usia. Bahkan, wanita hamil dapat beresiko terserang HIV jika melakukan perilaku yang beresiko akan penularan HIV, diantaranya hubungan seks tidak aman, penggunaan jarum suntik, penerimaan transfusi darah. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Apabila seseorang terserang TB maka mereka akan mengalami batuk berkepanjangan lebih dari dua minggu, sesak nafas, terkadang dahak bercampur dengan darah, nafsu makan dan berat badan menurun. Sama hal nya dengan HIV, TB dapat menyerang siapa saja baik pria maupun wanita tanpa memandang usia, termasuk wanita hamil.
Lalu apakah kaitannya HIV dengan TB ?
WHO menyebutkan 8,6 juta orang terjangkit TB pada 2012, dengan 1,3 juta di antaranya meninggal dunia. Laporan itu juga menyebutkan bahwa 320.000 dari 1,3 juta pengidap TB yang meninggal tersebut adalah orang dengan HIV-AIDS (ODHA).Sementara itu di Indonesia, ada 460.000 kasus TB baru yang terjadi tiap tahun, dan 3 % di antaranya juga mengidap HIV. Sementara itu hubungan antara HIV dan TB berawal dari TB Latent. TB latent atau tuberkulosis laten merupakan kondisi di mana seseorang mempunyai bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan TB pada tubuhnya, namun bakteri tersebut tidak aktif atau tertidur. Sehingga mereka tidak merasakan sakit pada saluran pernapasan atau paru-paru layaknya pengidap TB. Seperti yang telah dibahas sebelumnya HIV merupakan virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia, jika kekebalan tubuh diserang dan melemahkan upaya pertahanan tubuh terhadap serangan infeksi, maka bakteri TB yang sebelumnya bersifat pasif akan berubah menjadi aktif. Dan hal itu lah yang menyebabakn orang tersebut menjadi penterita TB. Orang dengan penderita HIV-AIDS (ODHA) akan lebih rentan terhadap penyakit TB, dibandingkan dengan orang tanpa HIV-AIDS, karena lebih dari 90% TB pasif pada diri orang normal atau tanpa HIV-AIDS tidak akan berkembang menjadi TB aktif.
Bagaimana dengan Wanita Hamil yang Menderita TB – HIV ?
Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virus HIV dapat ditularkan dari ibu yang terin- TB - HIV pada Wanita Hamil Oleh. Pria Nusantara dan Rama, Mhs.FKM Universitas Jember. MEDIA RS PARU I EDISI I TAHUN X 2015 23 veksi HIV kepada anaknya selama hamil (Intrauterin), saat persalinan (Intrapartum) dan menyusui. Faktor – faktor yang mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke janin, diantaranya: Jumlah virus HIV dalam darah wanita hamil, semakin tinggi jujmlah virus HIV dalam darah maka resiko penularan terhadap janin akan semakin besar. Selain itu, berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama kehamilan meningkatakna resiko penularan HIV ke janin. Tuberkulosis (TB) pada wanita hamil memiliki sedikit kemungkinan untuk di tularkan kepada janinnya, karena TB tidak ditularkan melalui Intrauterin atau dalam kandungan maupun Intrapartum atau saat persalinan. Namun, TB bisa di tularkan ketika bayi telah di lahirkan dan mendapatkan perawatan dari seorang ibu yang menderita TB. Misalnya, jika ibu tersebut tidak menggunakan masker saat menyusui, maka akan menularkan TB ke bayinya. Hal tersebut terjadi karena penularan TB umumnya melalui udara atau droplet (percikan ludah).
Bagimana Mencegah Transmisi dari Ibu yang Mengidap HIV kepada Janin?
Wanita hamil yang telah dinyatakan positif HIV perlu menjalani beberapa perawatan lebih. Pada wanita hamil dengan HIV positif masih harus dianjurkan pemberian terapi antiretroviral (ARV). Umumnya penentuan saat yang tepat untuk memulai terapi ARV pada ODHA dewasa didasarkan pada hasil pemeriksaan CD4. Namun pada wanita hamil ataupun penderita TB yang aktif terinfeksi HIV, pengobatan ARV dapat dimulai tanpa menunggu hasil pemeriksaan CD4. Akan tetapi, pemeriksaan CD4 tetap perlu dilaksanakan untuk pemantauan pengobatan. Idealnya, wanita hamil dengan HIV positif mulai minum ARV sejak usia kandungan mereka 14 minggu agar dapat mencegah transmisi HIV ke bayinya. Upaya pencegahan transmisi tidak hanya pada pemberian ARV saja, melainkan juga perlunya pemilihan persalinan yang lebih aman, yakni dengan persalinan caesar. Pelaksanaan persalinan, baik secara normal maupun sesar, harus memperhatikan kondisi fisik dan indikasi obstetri ibu berdasarkan penilaian dari tenaga kesehatan. Namun. beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa persalinan bedah caesar akan mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi hingga sebesar 2% - 4%. Selanjutnya, setelah bayi lahir perlu dilakukan penentuan status HIV pada bayi/anak (usia <18> Ibu dengan HIV positif yang sudah dalam terapi ARV memiliki kadar HIV sangat rendah, sehingga aman untuk menyusui bayinya. Namun, jika ibu dengan HIV positif juga terserang TB, maka sangat dianjurkan untuk tidak menyusui anaknya. Hal ini dikarenakan saat ibu dengan TB-HIV menyusui anaknya, sangat beresiko menularkan bakteri TB ke anaknya. Dalam kondisi seperti ini, pemberian ASI tidak dapat dilakukan dan dapat digantikan dengan susu formula namun dengan ketentuan akses ketersediaan air bersih dan kondisi botol susu yang bersih. Selain itu, pemberian vaksin BCG pada anak yang baru lahir, tampaknya efektif untuk mencegah tertulat TB, namun belum jelas apakah pemberian vaksin BCG tetap efektif pada anak dengan HIV. WHO pun mengusulkan vaksin BCG tidak diberikan pada anak yang mempunyai gejala HIV.