• rspjember@jatimprov.go.id

  • +628113164200
  • Jl. Nusa Indah No.28, Krajan, Jember

Image

Laboratorium Gen Expert Rumah Sakit Paru Jember

Laboratorium Gen Expert Rumah Sakit Paru Jember

Penyakit TBC di Indonesia menjadi masalah serius karena penularannya sangat mudah. Berdasarkan data dari WHO diperkirakan setiap tahun di Indonesia terdapat 583.000 kasus baru TBC. Dari jumlah tersebut 262.000 adalah BTA positi f yang dapat menularkan kepada orang lain. Dengan jumlah penduduk yang banyak, kepadatan yang ti nggi di beberapa daerah serta penyakit TBC mudah menular mengakibatkan Indonesia menduduki ranking ketiga jumlah penderita TBC terbanyak setelah India dan China. Bukan hanya penularan, ti ngkat kemati an akibat TBC di Indonesia juga terbilang ti nggi. Menurut WHO tahun 2000 sangat mengejutkan, di situ tercatat seti ap 4 menit sekali satu orang Indonesia meninggal karena TBC.

Penyakit TBC paru umumnya ditularkan melalui udara yang sudah mengalami pencemaran oleh bakteri Mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan saat penderita TBC sedang batuk. Bakteri ini jika terakumulasi di dalam paru akan menyebabkan terjadinya perkembangbiakan menjadi lebih banyak dan paling utama akan terjadi pada orang yang mempunyai sistem pertahanan tubuh yang rendah. Untuk menegakkan diagnose penyakit TBC umumnya dilakukan anamnesa baik yang terjadi pada pasien atau juga keluarganya, selain itu juga dilakukan pemeriksaan fi sik pasien dan patalogi anotomi pada pasien. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium misalnya pemeriksaan dahak dan darah, serta dilakukan pemeriksaan foto rongten dada atau thorax photo dan uji tuberkulin. Upaya pengendalian penyakit ini terus dilakukan baik dalam skala global maupun lokal. Namun semakin keras usaha melawan TBC semakin pintar juga bakteri TBC berkelit. Akibatnya, pengobatan penyakit ini menemui jalan buntu sehingga bakteri penyebab TBC semakin resisten (kebal) dan multi resisten. Resistansi kuman M.tuberculosis terhadap OAT (obat anti tb) adalah keadaan dimana kuman sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT. Terdapat 5 kategori resistansi terhadap obat anti TB, yaitu:

  1. Monoresistan: resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan isoniazid (H)
  2. Poliresistan: resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid (H) dan rifampisin (R), misalnya resistan isoniazid dan ethambutol (HE), rifampicin ethambutol (RE), isoniazid ethambutol dan streptomisin (HES), rifampicin ethambutol dan streptomisin (RES).
  3. Multi Drug Resistan (MDR): Resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES.
  4. Ekstensif Drug Resistan (XDR): TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin).
  5. Total Drug Resistan (Total DR) : Resistansi terhadap semua OAT (lini pertama dan lini kedua) yang sudah dipakai saatini.
Pemeriksaan laboratorium untuk uji kepekaan M.tuberculosis dilakukan dengan metode standar yang tersedia di Indonesia:
  1. Metode konvensional Menggunakan media padat (Lowenstein Jensen/ LJ) atau media cair (MGIT) untuk membiakkan bakteri tuberculosa.
  2. Tes Cepat (Rapid Test).
Selama ini dengan terjadinya resistensi terhadap obat TB, maka berbagai ilmuwan mencoba mencari berbagai cara untuk mempersingkat waktu pemeriksaan dahak pasien untuk mengetahui apakah pasien tersebut termasuk dalam TB-MDR. Secara konvensional, pada awalnya dilakukan pengembangbiakan terhadap bakteri tersebut, diberi makanan, dijaga suhu dan kelembapannya, inti nya bakteri tersebut ditumbuhkan, dan prosesnya memakan waktu sekitar 2 bulan. Itupun belum tentu bakterinya hidup, jika hidup barulah dilakukan uji resistensi obat terhadap Rifampicin. Nah, bisa dibayangkan betapa lamanya seorang pasien harus menunggu untuk mengetahui apakah bakteri TBnya kebal terhadap obat Anti Tuberkulosis. Gene Xpert Merupakan tes molekuler berbasis PCR. Kelebihan pemeriksaan dahak menggunakan alat Gene Xpert yaitu dapat menditeksi pro B gen yang bertanggung jawab pada ti mbulnya sifat resistensi MTB terhadap Rifampicin, dan untuk pemeriksaan spesimen sputum pasien yang secara klinis didiagnosis tersangka TB. Cara kerja GeneXpert ini jauh lebih akurat dibandingkan menggunakan metode konvensional dengan cara memeriksa sputum di bawah mikroskop. Karena mesin GeneXpert langsung meneliti dan mengurai DNA bakteri dan menggunakan ultrasonik untuk menghancurkan sel bakteri secara cepat. Kelebihan utama dari GeneXpert ini adalah hasil pemeriksaan dapat diketahui kurang lebih 1 sampai 2 jam dibandingkan dengan metode konvensional yang memerlukan waktu 2 sampai 3 bulan. Bayangkan yang biasanya membutuhkan waktu 2 – 3 bulan kini hanya dalam kurun waktu 1 – 2 jam hasil lab dapat diketahui segera.
Berdasarkan hasil pemeriksaan lewat GeneXpert ini maka dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
  1. Pada hasil pemeriksaan bila ditemu kan Bakteri Tuberkulosis dan terjadi resistensi Rifampisin, maka akan dilakukan pengobatan TB-MDR
  2. Pada hasil pemeriksaan bila ditemukan Bakteri Tuberkulosis tapi ti dak terjadi resistensi Rifampisin, maka pasien masih bisa diobati dengan pengobatan kategori 1 dan 2
  3. Pada hasil pemeriksaan bila Tidak ditemukan Bakteri Tuberkulosis, maka tidak perlu dilakukan pengobatan TB.